Perahu Tradisional Banjar di Tengah Modernisasi
Keadaan alam Kalimantan Selatan meliputi sungai, danau, rawa, dataran tinggi, dataran rendah, pegunungan, pantai laut, dan pulau-pulau kecil. Keadaan alam tersebut memberikan corak khusus pada kehidupan masyarakat dikawasan ini, baik itu kehidupan sosial, ekonomi maupun budayanya. Menarik bila kita mengkaji bagaimana kehidupan masyarakat Banjar yang tinggal dikawasan dimana sebagian besar wilayahnya terdiri atas sungai, danau, rawa, dan dataran rendah. Alam mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan jiwa dan budaya mereka. Unik dan khas, itulah kesan yang didapat ketika melihat budaya pada masyarakat Banjar.
Berbicara mengenai budaya, mengantarkan kita pada suatu hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia. Wujud dari kebudayaan itu sendiri dapat berupa gagasan atau ide, nilai, norma, kemudian suatu kompleks aktivitas dan juga benda-benda hasil karya manusia. Nah, karakteristik budaya masyarakat Banjar yang lebih dikenal dengan budaya sungai mempunyai aksen yang menarik, menilik dari benda-benda yang dihasilkan oleh masyarakat Banjar itu sendiri. Salah satu contohnya adalah perahu Banjar. Perahu ini merupakan warisan yang hendaknya dijaga keberadaanya, mengingat semakin gencarnya arus modernisasi yang sedikit demi sedikit mulai menggerus keberadan perahu-perahu Banjar. Tulisan ini mencoba menggali bagaimana keberadaan perahu Banjar, jenis-jenis perahu Banjar dan bagaimana pula perahu Banjar tersebut mampu bertahan ditengah arus modernisasi. Penting bagi kita untuk mencermati dan menganalisa sesuatu yang menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari kita agar bisa lebih peka terhadap budaya masyarakat yang unik dan khas seperti budaya sungai pada masyarakat Banjar.
Sejak dahulu sampai sekarang transportasi air atau hubungan melalui air, baik itu sungai, danau, rawa dan laut memegang peranan penting bagi masyarakat didaerah ini, terutama dari penduduk Banjar kuala, Banjar batang banyu serta suku Bakumpai yang hidup ditepi sungai. Dikawasan itulah berkembang perahu sungai yang merupakan alat angkutan vital. Walaupun peralatan perahu sungai itu sebagian besar sudah mengalami perubahan akibat dari perkmbangan teknologi sekarang,tapi masih ada perahu yang masih mempertahankan bentuk aslinya meskipun itu sangat terbatas.
Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin mempunyai banyak sekali jenis-jenis perahu sesuai dengan funsi dan kegunaannya masing-masing. Tetapi hanya sedikit yang dap[at kita lihat dan saksikan sampai sekarang ini. Berdasarkan cara pembuatanya, perahu Banjar dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: jukung sudur, jukung patai dan perahu batambit. Sedangkan jenis perahu yang berdasarkan fungsi dan kegunaanya diantaranya adalah perahu pambarasan, perahu panyudiran, perahu panyiapan, beca air, juklung getek, jukung rombong, parahu tambangan, perahu dagang dan masih banyak lagi jenis perahu yang lain. Perahu-perahu tersebut sebagian ada yang sudah menghuilang dalam peredaran, perannya digantikan oleh perahu motor atau pun kelotok. Hal itu wajar mengingat semakin berkembangnya tekhnologi yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan budaya pada masyarakat.
Keberadaan perahu-perahu Banjar masih dapat kita jumpai dipasar terapung seperti jukung rombong, perahu dagang dan jukung penjual sayur. Sedangkan untuk beca air, jukung getek dan perahu panyudiran sudah tidak dapat ditemui lagi. Beca air yang fungsinya sebagai alat angkutan hanya mampu bertahan sampai akhir tahun 1970an, perannya diganti oleh perahu motor dan kelotok yang sekarang kondisinya pun kembang kempis akibat semakin majunya akses transportasi darat. Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman yang semakin kompleks dan serba modern menimbulkan berbagai macam perubahan. Kalau zaman dulu transportasi di Banjarmasin bertumpu pada sungai, sekarang sudah lain lagi ceritanya. Jalan, jembatan penyeberangan sudah dibangun begitu pesatnya, sehingga masyarakat tentunya lebih memilih transportasi yang lebih cepat, efektif dan efisien dimana semua itu bisa didapatkan ditransportasi darat.
Tetapi ketika melihat dan merasakan bagaimana semrawutnya lalu lintas di kota banjarmasin, banyaknya kendaraan roda empat maupun roda dua yang semakin menambah sumpek jalanan muncul gagasan untuk kembali memanfaatkan sungai dan perahu sebagai alternatif lain sarana transportasi yang nyaman bagi masyarakat Banjar. Mungkin ini mustahil untuk diwujudkan, tapi setidaknya ini menjadi bahan pertimbangan yang layak untuk dikaji lebih lanjut. Mengingat banjarmasin adalah kota yang di aliri banyak sungai, dengan memulihkan lagi transportasi sungai dan kembali ke kearifan lokal akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Banjarmasin.
Banjarmasin dijuluki sebagai kota seribu sungai, sangat ironis bila kita melihat sungai-sungai yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk kota Banjarmasin yang menurut saya unik dan khas, misalnya mengembangkan pariwisata bernuansa sungai dengan cara kembali menghidupkan kembali peran perahu-perahu Banjar yang selama ini keberadaannya seperti hidup segan mati tak mau. Dan yang paling penting adalah menjaga eksistensi pasar terapung sebagai aset budaya masyarakat Banjar yang mempunyai nilai tinggi. Sebab kehadiran pasar terapung yang merupakan konsekwensi logis dari tumbuhnya pemukiman ditepi sungai adalah tempat berkumpulnya perahu-perahu Banjar yang membuatnya bisa bertahan ditengah arus modernisasi. Keberadaan pasar terapung selain menjadi tempat aktifitas jual beli dan wisata budaya seolah-olah telah menjadi benteng terakhir bagi perahu-perahu Banjar.
Berbicara mengenai budaya, mengantarkan kita pada suatu hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia. Wujud dari kebudayaan itu sendiri dapat berupa gagasan atau ide, nilai, norma, kemudian suatu kompleks aktivitas dan juga benda-benda hasil karya manusia. Nah, karakteristik budaya masyarakat Banjar yang lebih dikenal dengan budaya sungai mempunyai aksen yang menarik, menilik dari benda-benda yang dihasilkan oleh masyarakat Banjar itu sendiri. Salah satu contohnya adalah perahu Banjar. Perahu ini merupakan warisan yang hendaknya dijaga keberadaanya, mengingat semakin gencarnya arus modernisasi yang sedikit demi sedikit mulai menggerus keberadan perahu-perahu Banjar. Tulisan ini mencoba menggali bagaimana keberadaan perahu Banjar, jenis-jenis perahu Banjar dan bagaimana pula perahu Banjar tersebut mampu bertahan ditengah arus modernisasi. Penting bagi kita untuk mencermati dan menganalisa sesuatu yang menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari kita agar bisa lebih peka terhadap budaya masyarakat yang unik dan khas seperti budaya sungai pada masyarakat Banjar.
Sejak dahulu sampai sekarang transportasi air atau hubungan melalui air, baik itu sungai, danau, rawa dan laut memegang peranan penting bagi masyarakat didaerah ini, terutama dari penduduk Banjar kuala, Banjar batang banyu serta suku Bakumpai yang hidup ditepi sungai. Dikawasan itulah berkembang perahu sungai yang merupakan alat angkutan vital. Walaupun peralatan perahu sungai itu sebagian besar sudah mengalami perubahan akibat dari perkmbangan teknologi sekarang,tapi masih ada perahu yang masih mempertahankan bentuk aslinya meskipun itu sangat terbatas.
Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin mempunyai banyak sekali jenis-jenis perahu sesuai dengan funsi dan kegunaannya masing-masing. Tetapi hanya sedikit yang dap[at kita lihat dan saksikan sampai sekarang ini. Berdasarkan cara pembuatanya, perahu Banjar dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: jukung sudur, jukung patai dan perahu batambit. Sedangkan jenis perahu yang berdasarkan fungsi dan kegunaanya diantaranya adalah perahu pambarasan, perahu panyudiran, perahu panyiapan, beca air, juklung getek, jukung rombong, parahu tambangan, perahu dagang dan masih banyak lagi jenis perahu yang lain. Perahu-perahu tersebut sebagian ada yang sudah menghuilang dalam peredaran, perannya digantikan oleh perahu motor atau pun kelotok. Hal itu wajar mengingat semakin berkembangnya tekhnologi yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan budaya pada masyarakat.
Keberadaan perahu-perahu Banjar masih dapat kita jumpai dipasar terapung seperti jukung rombong, perahu dagang dan jukung penjual sayur. Sedangkan untuk beca air, jukung getek dan perahu panyudiran sudah tidak dapat ditemui lagi. Beca air yang fungsinya sebagai alat angkutan hanya mampu bertahan sampai akhir tahun 1970an, perannya diganti oleh perahu motor dan kelotok yang sekarang kondisinya pun kembang kempis akibat semakin majunya akses transportasi darat. Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman yang semakin kompleks dan serba modern menimbulkan berbagai macam perubahan. Kalau zaman dulu transportasi di Banjarmasin bertumpu pada sungai, sekarang sudah lain lagi ceritanya. Jalan, jembatan penyeberangan sudah dibangun begitu pesatnya, sehingga masyarakat tentunya lebih memilih transportasi yang lebih cepat, efektif dan efisien dimana semua itu bisa didapatkan ditransportasi darat.
Tetapi ketika melihat dan merasakan bagaimana semrawutnya lalu lintas di kota banjarmasin, banyaknya kendaraan roda empat maupun roda dua yang semakin menambah sumpek jalanan muncul gagasan untuk kembali memanfaatkan sungai dan perahu sebagai alternatif lain sarana transportasi yang nyaman bagi masyarakat Banjar. Mungkin ini mustahil untuk diwujudkan, tapi setidaknya ini menjadi bahan pertimbangan yang layak untuk dikaji lebih lanjut. Mengingat banjarmasin adalah kota yang di aliri banyak sungai, dengan memulihkan lagi transportasi sungai dan kembali ke kearifan lokal akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Banjarmasin.
Banjarmasin dijuluki sebagai kota seribu sungai, sangat ironis bila kita melihat sungai-sungai yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk kota Banjarmasin yang menurut saya unik dan khas, misalnya mengembangkan pariwisata bernuansa sungai dengan cara kembali menghidupkan kembali peran perahu-perahu Banjar yang selama ini keberadaannya seperti hidup segan mati tak mau. Dan yang paling penting adalah menjaga eksistensi pasar terapung sebagai aset budaya masyarakat Banjar yang mempunyai nilai tinggi. Sebab kehadiran pasar terapung yang merupakan konsekwensi logis dari tumbuhnya pemukiman ditepi sungai adalah tempat berkumpulnya perahu-perahu Banjar yang membuatnya bisa bertahan ditengah arus modernisasi. Keberadaan pasar terapung selain menjadi tempat aktifitas jual beli dan wisata budaya seolah-olah telah menjadi benteng terakhir bagi perahu-perahu Banjar.