12.11.2008

Perahu Tradisional Banjar di Tengah Modernisasi


Keadaan alam Kalimantan Selatan meliputi sungai, danau, rawa, dataran tinggi, dataran rendah, pegunungan, pantai laut, dan pulau-pulau kecil. Keadaan alam tersebut memberikan corak khusus pada kehidupan masyarakat dikawasan ini, baik itu kehidupan sosial, ekonomi maupun budayanya. Menarik bila kita mengkaji bagaimana kehidupan masyarakat Banjar yang tinggal dikawasan dimana sebagian besar wilayahnya terdiri atas sungai, danau, rawa, dan dataran rendah. Alam mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan jiwa dan budaya mereka. Unik dan khas, itulah kesan yang didapat ketika melihat budaya pada masyarakat Banjar.

Berbicara mengenai budaya, mengantarkan kita pada suatu hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia. Wujud dari kebudayaan itu sendiri dapat berupa gagasan atau ide, nilai, norma, kemudian suatu kompleks aktivitas dan juga benda-benda hasil karya manusia. Nah, karakteristik budaya masyarakat Banjar yang lebih dikenal dengan budaya sungai mempunyai aksen yang menarik, menilik dari benda-benda yang dihasilkan oleh masyarakat Banjar itu sendiri. Salah satu contohnya adalah perahu Banjar. Perahu ini merupakan warisan yang hendaknya dijaga keberadaanya, mengingat semakin gencarnya arus modernisasi yang sedikit demi sedikit mulai menggerus keberadan perahu-perahu Banjar. Tulisan ini mencoba menggali bagaimana keberadaan perahu Banjar, jenis-jenis perahu Banjar dan bagaimana pula perahu Banjar tersebut mampu bertahan ditengah arus modernisasi. Penting bagi kita untuk mencermati dan menganalisa sesuatu yang menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari kita agar bisa lebih peka terhadap budaya masyarakat yang unik dan khas seperti budaya sungai pada masyarakat Banjar.

Sejak dahulu sampai sekarang transportasi air atau hubungan melalui air, baik itu sungai, danau, rawa dan laut memegang peranan penting bagi masyarakat didaerah ini, terutama dari penduduk Banjar kuala, Banjar batang banyu serta suku Bakumpai yang hidup ditepi sungai. Dikawasan itulah berkembang perahu sungai yang merupakan alat angkutan vital. Walaupun peralatan perahu sungai itu sebagian besar sudah mengalami perubahan akibat dari perkmbangan teknologi sekarang,tapi masih ada perahu yang masih mempertahankan bentuk aslinya meskipun itu sangat terbatas.

Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin mempunyai banyak sekali jenis-jenis perahu sesuai dengan funsi dan kegunaannya masing-masing. Tetapi hanya sedikit yang dap[at kita lihat dan saksikan sampai sekarang ini. Berdasarkan cara pembuatanya, perahu Banjar dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: jukung sudur, jukung patai dan perahu batambit. Sedangkan jenis perahu yang berdasarkan fungsi dan kegunaanya diantaranya adalah perahu pambarasan, perahu panyudiran, perahu panyiapan, beca air, juklung getek, jukung rombong, parahu tambangan, perahu dagang dan masih banyak lagi jenis perahu yang lain. Perahu-perahu tersebut sebagian ada yang sudah menghuilang dalam peredaran, perannya digantikan oleh perahu motor atau pun kelotok. Hal itu wajar mengingat semakin berkembangnya tekhnologi yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan budaya pada masyarakat.

Keberadaan perahu-perahu Banjar masih dapat kita jumpai dipasar terapung seperti jukung rombong, perahu dagang dan jukung penjual sayur. Sedangkan untuk beca air, jukung getek dan perahu panyudiran sudah tidak dapat ditemui lagi. Beca air yang fungsinya sebagai alat angkutan hanya mampu bertahan sampai akhir tahun 1970an, perannya diganti oleh perahu motor dan kelotok yang sekarang kondisinya pun kembang kempis akibat semakin majunya akses transportasi darat. Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman yang semakin kompleks dan serba modern menimbulkan berbagai macam perubahan. Kalau zaman dulu transportasi di Banjarmasin bertumpu pada sungai, sekarang sudah lain lagi ceritanya. Jalan, jembatan penyeberangan sudah dibangun begitu pesatnya, sehingga masyarakat tentunya lebih memilih transportasi yang lebih cepat, efektif dan efisien dimana semua itu bisa didapatkan ditransportasi darat.

Tetapi ketika melihat dan merasakan bagaimana semrawutnya lalu lintas di kota banjarmasin, banyaknya kendaraan roda empat maupun roda dua yang semakin menambah sumpek jalanan muncul gagasan untuk kembali memanfaatkan sungai dan perahu sebagai alternatif lain sarana transportasi yang nyaman bagi masyarakat Banjar. Mungkin ini mustahil untuk diwujudkan, tapi setidaknya ini menjadi bahan pertimbangan yang layak untuk dikaji lebih lanjut. Mengingat banjarmasin adalah kota yang di aliri banyak sungai, dengan memulihkan lagi transportasi sungai dan kembali ke kearifan lokal akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Banjarmasin.

Banjarmasin dijuluki sebagai kota seribu sungai, sangat ironis bila kita melihat sungai-sungai yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk kota Banjarmasin yang menurut saya unik dan khas, misalnya mengembangkan pariwisata bernuansa sungai dengan cara kembali menghidupkan kembali peran perahu-perahu Banjar yang selama ini keberadaannya seperti hidup segan mati tak mau. Dan yang paling penting adalah menjaga eksistensi pasar terapung sebagai aset budaya masyarakat Banjar yang mempunyai nilai tinggi. Sebab kehadiran pasar terapung yang merupakan konsekwensi logis dari tumbuhnya pemukiman ditepi sungai adalah tempat berkumpulnya perahu-perahu Banjar yang membuatnya bisa bertahan ditengah arus modernisasi. Keberadaan pasar terapung selain menjadi tempat aktifitas jual beli dan wisata budaya seolah-olah telah menjadi benteng terakhir bagi perahu-perahu Banjar.

[+/-] Selengkapnya...

Prostitusi, Tiada Solusi Sampai Kini

Protitusi atau pelacuran sebagai salah satu penyakit masarakat mempunyai sejarah yang panjang(sejak adanya kehidupan mausia yang telah di atur oleh norma-norma perkawinan, sudah ada pelacuran sebagai salah satu penyimpangan daripada norma-norma perkawinan tersebut) dan tidak ada habis-habisnya yang terdapat di semua negara di dunia. Norma-norma sosial jelas mengharamkan prostitusi, dunia kesehatan juga menunjukkan dan memperingatkan bahaya penyakit kelamin yang mengerikan akibat adanya pelacuran ditengah masyarakat, namun masyarakat dari abad ke abad tidak pernah berhasil melenyapkn gejala-gejala ini. pelacuran merupakan masalah sosial, masalah sosial itu sendiri adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.

Pelacuran dapat di artikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan sksual dengan mendapatkan upah. sebab-sebab terjadinya pelacuran haruslah di lihat dan di cermati pada faktor-faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen di antaranya dapat di sebutkan yaitu: nafsu kelamin yang besar, sifat malas dan keinginan yang besar untuk hidup mewah. Sedangkan di antara faktor-faktor eksogen yang utama adalah faktor ekonomis, urbanisasi yang tidak teratur, keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat dan lain sebagainya. pelacuran yang dijumpai di jakarta dan juga kota-kota besar lainnya dikatakan bukan masalah sosial utama, tetapi bagaimana dengan pelacuran yang di jumpai di pedesaan?, untuk yang ini pasti lain lagi ceritanya. Perlu kita pahami bahwa masyarakat pedesaan pada umumnya masih sangat memegang teguh norma-norma yang ada, nah, bila ada suatu pelanggaran terhadap norma-norma tersebut, maka masyarakat desa akan mengambil tindakan atau aksi yang radikal. Banyak hal yang harus kita cermati dan kita pahami dalam menghadapi masalah-masalah sosial,supaya kita lebih peka terhadap kejadian-kejadian yang sifatnya meresahkan masyarakat. Seperti halnya masalah pelacuran, kita harus mencari jalan keluar yang setidaknya itu bisa mengurangi praktek pelacuran. banyak sekali alasan-alasan mengapa wanita dan gadis-gadis memasuki pekerjaan ini, tetapi alasan ekonomi dan psychologi lah yang paling menonjol. Sampai sekarang prostitusi belum bisa dihentikan, pemerintah saja seolah-olah melegalkan praktek ini, prostitusi seperti sudah mendarah daging, sulit untuk memutus dan melepasnya, salah satu caranya hanyalah menekan laju praktek-praktek yang berbau prostitusi.

[+/-] Selengkapnya...

8.04.2008

Hilangkan Kebencian

kehidupan selalu berubah, ia seperti roda yang selalu berputar. kadang di atas, kadang di bawah. Itu adalah realita, serbuah takdir yang tak terbantahkan. hidup memang sulit, hidup memang susah, tapi kesulitan yang di alami, kesusahan yang diderita bukan menjadi hambatan bagi kita untuk berbuat baik. Hidup susah ketika punya masalah, padahal setiap masalah pasti bisa dipecahkan dan di selesaikan, tergantung bagaimana kita menyikapinya dan mencari jalan keluar. Problem manusia memang bermacam-macam, ada yang karena persoalan ekonomi, percintaan, persaingan dan lain sebagainya. Tentu setiap masalah yang kita hadapi sedikit tidaknya ternyata melibatkan orang lain. Lalu apakah kita harus membenci orang tersebut ketika

ia menyakiti kita? haruskah kita memendam benci dan dendam yang berkepanjangan serta berpikiran untuk membalas semua perbuatannya?. Membenci orang atau pun di benci orang itu rasanya tidak enak, tidak nyaman di hati dan tidak nyaman di pikiran. Pernah saya merasakan amarah yang meluapn dan benci yang menggumpal hanya karena di sakiti sama seseorang. semuanya siap meledak saperti gunung berapi yang akan memuntahkan lahar dengan segala isinya. Dan ketika semua terlontar begitu saja, tanpa di sadari, segala macam isi yang di muntahkan telah merusak kehidupan umat manusia. Sama halnya ketika kita menumpahkan segala kemarahan, menuangkan kebencian melalui kata-kata yang meluncur deras dari mulut kita, secara tidak langsung telah membuat luka dan menyakiti perasaan orang. Dalam hal ini ternyata kebencian hanya menjadi sebuah beban, beban pikiran, beban perasaan dan beban kejiwaan. Jadi dalam hidup, berusahalah untuk mencintai dan menyayangi semua orang dan jangan berusaha untuk membenci orang lain. Dengan cinta dan kasih sayang maka semua problem hidup tidak akan terasa.

[+/-] Selengkapnya...

6.12.2008

Alam ku hancur

Saat ini alam mulai hancur
Hutan meradang

Tanah gersang
Sungai-sungai pun seperti enggan mengalirkan airnya

Gunung-gunung yang dulunya berdiri tegap
Kini seolah-olah lumpuh
Tak kuat menahan derita

Bumi kita memang sedang sakit
Isi perutnya terlalu dikuras tiada hentiBlockquote
Hingga yang tersisa

Hanyalah onggokan-onggokan sampah yang tak berguna
Alam ku yang malang

jiwanya telah hilang
Nyawanya mulai tercabut sampai ujung tenggorokan

Tapi ia selalu berharap

keajaiban akan datang

Membawa damai alam

Sejuk merona dalam keindahan

[+/-] Selengkapnya...

6.05.2008

Sertifikasi Guru ( Antara Harapan dan Ketidakpastian )

Masalah pendidikan selalu menjadi polemik dan perbincangan yang tidak habis-habisnya. Dari bawah sampai kalangan atas, pendidikan selalu menjadi buah bibir yang selalu panas bila diperdebatkan. Ada apa dengan dunia pendidikan Indonesia? Pertanyaan yang kerap terlontar dari benak kita semua, mungkin ketika menafsirkan bagaimana keadaan pendidikan di Indonesia, ada semacam Ide atau pun gagasan dalam pikiran kita untuk membenahi pendidikan di negeri ini. Banyak faktor yang menyebabkan kenapa pendidikan kita tidak berkembang sebagaimana mestinya, mulai dari sistem pendidikannya, sarana dan prasarana pendidikan sampai pada ujung tombak keberhasilan pendidikan, yaitu guru. Guru merupakan ujung tombak yang punya peran dan andil cukup besar untuk memajukan pendidikan, tapi apa yang didapatkan oleh seorang guru? Apakah harus cukup dengan titel pahlawan tanpa tanda jasa? Tentu kita ingat sosok seorang guru dengan sepeda kumbangnya, dialah Oemar Bakri. Sebuah pencitraan terhadap kehidupan guru-guru di Indonesia yang mencoba menampilkan realita sehingga muncul Image bahwa kehidupan guru itu sangat memprihatinkan, namun ketika semakin banyak orang yang memperjuangkan nasib para guru, pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan untuk merubah kehidupan guru itu sendiri. Sertifikasi guru, kebijakan yang menurut banyak orang kontrofersial, bukan karena persoalan sertifikasinya tetapi lebih kepada syarat-syarat dalam sertifikasi guru tersebut. Dilihat dari tujuannya, sertifikasi ini merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kehidupan guru, dengan sertifikasi ini juga dapat terlihat sejauh mana kompetisi yang dimiliki oleh guru, belum lagi jika guru lulus sertifikasi, maka ia berhak mandapatkan dana tunjangan profesi yang jumlahnya dua kali lipat dari gajinya. Wow, sebuah kebijakan yang sangat bagus bila benar-benar terealisasi dengan baik. Yang menjadi pertanyaan saat ini apakah dengan sistem portofolio itu memang sesuai untuk uji sertifikasi? Permasalahan mendasar yang patut dipikirkan, disatu sisi pemerintah mencoba tanggap terhadap profesi para guru, tapi dilain hal sistem yang digunakan tidak sesuai untuk menunjang segala kebijakan yang diterapkan. Mamang ada segi positif dan negatif dari pelaksanaan sertifikasi guru itu sendiri, segi positifnya mungkin lebih mengarah kepada peningkatan ekonomi bagi para guru yang lulus sertifikasi, guru juga terpacu untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar-seminar, lomba karya tulis dll. Sedangkan sisi negatifnya, serifikasi ini akan memberikan peluang kecemburuan sosial dan konflik horizontal antara guru yang lulus sertifikasi dengan guru yang tidak lulus sertifikasi, terkait masalah gaji yang diterima. Karena pada dasarnya penilaian menggunakan sistem portofolio dalam sertifikasi itu tidak bisa menjadi acuan bahwa guru yang lulus serifikasi itu adalah guru yang berprestasi. Kemudian, tidak hanya tingkatan atau level dalam sertifikasi dalam membuat guru itu stagnan dalam posisinya dan dikhawatirkan guru yang sudah lulus sertifikasi akan malas berkarya. Tak dapat dipungkiri, sertifikasi guru menimbulkan harapan yang begitu besar, harapan profesi guru memang pantas untuk dihargai dengan imbalan yang sesuai dengan jasa-jasanya, tetapi harapan itu terkesan seperti ketidak pastian tanpa ujung, mengingat ada beberapa hal yang sangat sulit dipenuhi. So, kita hanya bisa berharap dan terus berjuang agar guru menjadi profesi yang mendapat keadilan dan memperoleh imbalan yang sesuai dengan apa yang telah mereka sumbang untuk negeri tercinta ini.

[+/-] Selengkapnya...

Moral pendidikan

Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting untuk membangun kepribadian dalam siri manusia. Pendidikan dalam hemat saya adalah usaha realistis untuk mencerdaskan manusia, dimana ada 3 hal penting yang menjadi sasarannya. Tiga sasarna yang hendak dicapai itu adalah serdas pikiran, serdas hati, dan cerdas tingkah laku. Ketiganya itu akan menjadi sangat penting apabila berhasil dipenuhi dalam pendidikan. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka akan terjadi ketimpangan, karena pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia. Manusia bukan semata-mata hidup sebagai adanya manusia, tapi manusia itu berkewajiban mewujudkan sifat kemanusiaannya dalam hal ini ternyata moral mempunyai sisi penting dan vital dalam konsep kehidupan bermasyarakat. Cerdas pikiran saja bukan menjadi jaminan bahwa seseorang itu akan dihargai oleh masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari atyau di lingkungan sekitar kita mungkin kita akan banyak menemui orang-orang yang berpendidikan tinggi tetapi tidak mempunyai etika moral yang baik. Lihat para pemimpin-pemimpin kita, para birokrat, dan para pejabat pemerintahan mereka adalah orang-orang yang terdidik serta mempunyai seabrek gelar dan sebagainya. Namun mereka melakukan penyelewengan dengan cara korupsi, kolusi dan nefotisme.
Ironis ketika kita melihat semua itu, ternyata pendidikan kita selama ini hanya mencetak orang-orang yang cerdas pikiran dan belum membina manusia yang cerdas hati dan cerdas tingkah laku. Proses pendidikan kita belum berhasil mewujudkan sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada diri manusia itu senfiri. Pendidikan yang bertugas menjaga nilai-nilai luhur masyarakat telah kehilangan jati dirinya dan roh pendidikan sedikit demi sedikit mulai tercabut.
Memang tidak mudah bagi kita untuk merekontruksi pendidikan yang arah dan tujuannya sudah sangat bagus tetapi dalam aplikasinya di kehidupan masyarakat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kalau boleh ditafsirkan, pendidikan kita saat ini hanya mengajar kemampuan intelektualnya saja sedangkan ajaran-ajaran moral mulai dikesampingkan dan itu adalah fakta serta realita yang sesungguhnya di masyarakat.
Coba kita cermati dan renungkan, sekolah yang merupakan lembaga sosial dan bagian dari proses pendidikans serta sebagai proses pembudayaan fungsinya hanya untuk mencerdaskan kemampuan intelektual. Proses pendidikan yang ada ternyata membunuh kreatifitas dan menadikan manusia atau peserta didik sebagai robot yang sekedar menerima tranmisi nilai-nilai kebudayaan yang ada. Peserta didik dijadikan subyek eksploitasi oleh kekuasaan diluar pendidikan, akibatnya seperti yang terjadi didalam masyarakat kita sekarang ini.
Dunia pendidikan kita memang sedang sakit dan sudah menjadi kewajiban kita semua untuk menyembuhkannyasehingga kita bangkit dan kembali pada pendidikan sebagai proses humanisasi. Dengan demikian keinginan untuk membangun masyarakat yang demokratis, masyarakat yang terbuka, beradab dan toleran bisa tercapai.

[+/-] Selengkapnya...

Membangun Citra Islam

Dewasa ini, citra-citra negatif tentang Islam semakin mencuat, meski tidak dapat diterima oleh umat Islam, tetapi diakui atau tidak, citra-citra negatif tersebut memiliki realitas sosio-historis yang cukup nyata dalam penampakkan sejarah Islam secara kasar. Berbagai kekerasan yang kerap kali muncul dalam sejarah penyebaran Islam, ataupun buruknya hasil persentuhan Islam dengan dengan sains kontemporer beberapa dasawarsa terakhir, merupakan pendorong yang cukup andil bagi munculnya berbagai penataran negatif Islam.
Bayang-bayang kekerasan yang dinisbatkan kepada Islam dewasa ini semakin mendapat landasan empiris ketika berbagai tindakan berdarah yang dilakukan oleh segelintir umat Islam fundamentalis cukup menjadi alasan untuk mencitrakan Islam sebagai agama teroris, anarkis, dan fundamentalis, lebih-lebih ketika terjadi tragedi pemboman gedung WTC di Amerika beberapa tahun yang lalu. Parahnya lagi, citra-citra negatif Islam tersebut senantiasa mendapat dukungan dari para ilmuan dan cendikiawan barat yang juga disambut hangat oleh media cetak dan pers. Berbagai pelecehan yang memojokkan Islam semakin menjadi-jadi di dunia barat seperti gambar karikatur Nabi Muhammad yang dimuat di media cetak Denmark hingga menimbulkan protes besar-besaran dari kalangan umat Islam.
Tak dapat dipungkiri, klise antara Barat dengan Islam yang telah terjadi sejak beratus-ratus tahun yang lalu menjadikan permusuhan abadi bagi kedua belah pihak. Meski perang salib telah usai dan Eropa mulai menempati babak baru dalam kehidupannya dengan menguasai ilmu pengetahuan, meninggalkan abad pertengahan yang penuh kegelapan dan memasuki Era pencerahan (Renaissance), dunia Barat terus menerus berusaha untuk menekan Islam secara luas. Benturan kedua peradaban dengan dengan menjadikan agama sebagai pemicu permasalahan konflik sebenarnya bukan menjadi alasan yang logis. Sejak dahulu sampai sekarang menjadi yang memicu dan menghasilkan konflik berkepanjangan adalah politik, ekonomi dan sosial. Ironis memang, ketika agama dibawa-bawa dalam pemusuhan politik yang mendasar, berakhir dengan menghasilkan citra negatif terhadap lawan masing-masing.
Membangun kembali citra Islam bukan menjadi hal yang mudah karena secara praktis usaha merekonstruksi akan sangat menyita waktu dan pikiran pada penggalian panjang terhadap landasan epistemis keilmuan Islam. Terutama untuk mengikis normavitas Islam dari Historistasnya.
Gambaran suram Islam yang selalu didengungkan oleh dunia Barat dengan mengikat label “Islam Fobia” (Ketakutan terhadap Islam) semakin menyudutkan umat Islam. Citra Islam juga tidak didominasi oleh pola hubungan konflik, citra Islam muncul dalam beberapa pola hubungan Islam dan sains.
Citra Islam sebagai ajaran yang tidak logis secara ilmiah mendapat basis yang cukup kuat ketika normavitas agama dihadapkan pada berbagai teori dan temuan sains kontemporer; hingga mengentalkan pencitraan agama sebagai lawan saintisme dan lawan keilmiahan. Citra negatif tersebut semakin menguat ketika secara internal, pemikiran Islam dengan berbagai ilmu-ilmu agama yang dihasilkan tidak lagi memadai sebagai pendekatan pemahaman keagamaan yan responsif terhadap zaman, karena ketidak mampuannya lepas dari logosentrisme abad tengah yang terkristal dalam bentuk kejumudan ataupun taqhid. Oleh karena itu, perlu rekonstruksi pemikiran Islam yang sekaligus diarahkan sebagai jalan untuk membangun kembali citra Islam. Dalam kata lain, citra Islam sebenarnya hanya dapat dihapus dengan perubahan tradisi umat Islam. Secara nyata dari tradisi Islam yang terkungkung pada logosentrisme dan tradisi abad tengah yang menganggap keilmuan Islam sebagai sakral, kepada tradisi Islam yang terbuka dan mau mengkritik diri untuk mengadakan rekonstruksi terhadap bangunan pemikiran/ ilmu agama. Dan yang pasti hanya dengan tindakan nyatalah citra Islam dapat dihapus, sedangkan usaha-usaha merekonstruksi terhadap bangunan pendekatan studi Islam hanya diarahkan untuk memberikan jalan bagi pencaman makna dan wajah dimensional Islam yang hakiki.
Islam adalah agama yang cinta damai, Islam adalah agama mawaddah wa rahmah, rahmatan li al-alamin, serta hudan li al-nas, mendasari bangunan citra Islam dengan mengembalikannya kepada ajaran murni Islam yang termuat dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi menjadi hal yang mutlak yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam diseluruh dunia.

[+/-] Selengkapnya...

My Future ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO