Indonesia merupakan negara kepulauan, antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya dipisahkan oleh laut, tapi dalam hal ini laut bukan menjadi penghalang bagi tiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Mandagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar “Fantastis”. Apa yang terjadi dalam dunia maritim Indonesia pada zaman bahari telah menjadi Trade Mark bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Tetapi apakah benar sekarang ini Indonesia merupakan negara maritim? Negara yang mempunyai banyak pulau, luasnya laut, belum menjadi modal utama bahwa negara tersebut adalah negara maritim. Namun, seberapa besar penduduk suatu negara itu berorientasi ke laut, itulah yang menjadi acuan bahwa negara itu adalah negara maritim. Bagaimana dengan Indonesia? Mengutip pernyataan salah seorang sejarawan kal-sel yaitu bapak Bambang subiyakto dalam tulisannya yang berjudul”Pelayaran, pelabuhan dan perdagangan Banjarmasin 1857-1957” bahwa Indonesia adalah “Negara kepulauan”, Indonesia adalah “Nusantara”, Indonesia adalah “Negara Maritim” dan Indonesia adalah “Bangsa Bahari”,”Berjiwa Bahari” serta “Nenek Moyangku Orang Pelaut” hanya merupakan slogan kata, sloganistis. Suatu hal yang hanya diucapkan belaka oleh manusia Indonesia sejak “Balita” sampai “Manula”. Sebuah pernyataan yang relevan dan sesuai untuk menggambarkan citra dunia maritim Indonesia saat ini.
Indoneisa menyandang predikat “Negara Maritim” dan juga “Negara Agraris”. Predikat itu telah ada sejak zaman kerajaan, dimana kerajaan-kerajaan tersebut masing-masing berorientasi ke laut dan juga berorientasi ke pedalaman, dalam hal ini pertanian. Kita bisa bangga, bagaimana kerajan Sriwijaya dan kerajan majapahit menjadi kekuatan yang begitu besar dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di Asia Tenggara, itu semua dikarenakan mereka membangun kekuatan dengan mengembangkan kemaritiman untuk kejayaan negara, meski setelah Sriwijaya dan Majapahit runtuh dikarenakan pergolakan politik dalam negeri dan juga mulai meluasnya pengaruh Islam pada zaman Majapahit. Namun, potensi kemaritiman terus berkembang. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pesisir pantai seperti Demak, Banten, Aceh, dan lain-lain. Menjadi bukti bahwa kerajaan-kerajaan tersebut terus mengembangkan potensi laut untuk kejayaan negaranya masing-masing.
Laut dijadikan ladang mata pencaharian, laut juga dijadikan sebagai tempat menggalang kekuatan, mempunyai armada laut yang kuat berarti bisa mempertahankan kerajaan dari serangan luar. Memang, laut dalam hal ini menjadi suatu yang sangat penting sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang. Mengoptimalkan potensi laut menjadi harga mati yang harus segera di realisasikan oleh pemerintah Indonesia.
Berkaca dari masa lalu, melihat bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi suatu hal yang wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih mengembangkan laut demi tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan, predikat ini mustahil ditinggalkan, lain halnya dengan predikat “Negara Agraris” yang suatu saat bisa berganti dengan industri. Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran. Pentingnya pelayaran bagi Indonesia tentunya disebabkan oleh keadaan geografisnya, posisi Indonesia yang strategis berada dalam jalur persilangan dunia, membuat Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau perdaganagan pada khususnya.
Dunia maritim Indonesia telah mengalami kemunduran yang cukup signifikan, kalau pada zaman dahulu mencapai kejayan baik dalam bidang politik maupun ekonomi, sekarang ini tidak tampak sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat. Ironis memang, Indonesia yang mempunyai potensi laut sangat besar di dunia kurang begitu memperhatikan sektor ini. Padahal, laut menjadi salah satu faktor dalam mempertahankan eksestensi wilayah suatu negara “Bahkan barang siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai dunia”, demikian dalil yang dikemukakan oleh Mahan, wajar saja kalau Mahan mengeluarkan pernyataan tersebut, dalam karyanya yang berjudul “The Influence of Sea Power Upon History” (1660-1783), yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1890 dan telah mengalami cetakan ulang beberapa kali, Alfred Thayer Mahan menggambarkan proses pertumbuhan Inggris yang pada abad ke-19 telah menjadi adidaya laut yang menguasai dunia pada waktu itu. Angkatan lautnya disegani dunia, sedangkan armada niaganya menjelajahi seluruh samudera, bangsa yang menguasai daratan betapa pun besar dan kuatnya angkatan daratnya, tidak akan mampu menguasai dunia. Di daratan banyak rintangan berupa gunung, jurang dan sebagainya, sedangkan laut merupakan lapangan yang luas, bebas dan terbuka. Buku Mahan in ternyata berpengaruh sekali terhadap kekuatan-kekuatan dunia pada waktu itu, Inggris semakin meningkatkan kemampuan maritim. Pada akhir abad XIX, Amerika serikat di bawah Theodore Rosevolt, Jerman di bawah kaisar Wilhem II dan Jepang dibawah pemerintahan Meiji mulai membangun kekuatan laut yang besar.
Studi Mahan telah membuktikan bahwa bukan jumlah penduduk semata-mata yang membuat suatu bangsa berjaya, melainkan jumlah pendududk yang berorientasikan ke laut dan yang ditopang oleh pemerintah yang memperhatikan dunia Baharinya.
Harus di akui bahwa orientasi ke dunia bahari sudah dimulai sejak kita menerima wawasan Nusantara sebagai dasar pemikiran negara, namun dikalangan banyak pengambil keputusan, wawasan ini masih berupa slogan. Wawasan nusantara setiap jengkal wilayah sama penting, akan tetapi masih banyak pulau belum disentuh, malahan belum ada namanya. Hanya jika sebuah pulau disengketakan oleh negara lain, baru ada upaya untuk memperhatikannya. Sepeti kasus pulau Sipadan dan Ligitan juga kepulauan Ambalat yang berbuntut pada sengketa panas antara Indonesia dengan Malaysia. Agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali, hendaknya pemerintah Indonesisa mengambil langkah-langkah untuk segera mengamankan pualu-pulau terluar di Indonesia agar tidak di caplok oleh negara tetangga. Mungkin negara-negara tetangga seperti Malaysia menganggap remeh kekuatan laut kita hingga ia begitu berani keluar masuk perairan Indonesia. Untuk itu sudah saatnya lah kita bangkit, mari bersama-sama membangun kembali dunia maritim Indonesia,menhargai laut dan menjaga eksistensi. Sekarang laut bukan hanya sebagai sumber protein dan tempat pelaut mengadakan hubungan antar pulau. Pertambangan laut dan pemanfaatanya sebagai sumber energi makin banyak dikembangkan, begitu pula usaha wisata bahari. Dengan kata lain, kompleksitas dunia bahari makin berekembang sehingga perlu antisipasi untuk merencanakan masa depan bangsa negara.
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan...